Pusara
- poetrynaut
- Dec 3, 2019
- 1 min read
Hidup selalu punya titik kejutnya.
Lima, sepuluh, tak terhitung.
Dua ribu sembilan belas, dua ribu delapan belas.
Dua tahun yang unik.
Aku tersadar, ada pola yang sama di kejadian selama dua tahun ke belakang.
Mengingatnya, seperti naik komidi putar selama 24 jam.
Menyenangkan dan mual di waktu yang bersamaan.
Tertawa, menatap ruang fenomena 360 derajat.
Aku coba ingat, belum banyak kebaikan yang ku lakukan.
Banyak mimpi dan cita, yang masih berupa bullet point di notes laptop-ku.
Hidup terlalu singkat, waktu berjalan terlalu cepat, atau aku yang tidak memanfaatkannya dengan baik?
Biarlah, linimasa setiap orang mungkin berbeda.
Poin tersebut akan kubawa ke tahun depan, dan tahun tahun setelahnya.
Kuharap polanya berbeda.
Aku siap bahagia.
Bahagia itu, seharusnya menjadi tanggung jawab masing-masing dari kita, bukan?
Aku bersyukur, bertemu banyak sekali orang baik di tahun ini.
Orang-orang baru yang menginspirasi.
Orang-orang yang diamnya saja membuatku malu.
Satu orang itu, istimewa.
Ia istimewa dengan cara yang tidak aku pahami.
Selalu ada yang baru tentangnya.
Kali pertama, aku mengagumi senyum dan suaranya.
Kehilangan berarti menemukan.
Mungkin, diriku yang lama hilang.
Atau, justru diriku yang inilah baru kutemukan.
Kegagalan berarti kesempatan.
Ada kesempatan lain menunggu.
Ada pelajaran dari setiap usaha.
Negasi persepsi membangun lautan ilmu yang temaram.
Menunggu untuk diterangi dengan haus keingintahuan.
Semakin dalam aku menyelam, semakin sesak.
Semakin banyak air yang ku telan, semakin aku ingin menuju permukaan.
Pusara cerita tak pernah bermuara.
Selalu ada laguna di tengah kasarnya ombak.
Selalu ada oasis di tengah teriknya putus asa.
Menunggu dengan sabar, aku yakin ada sesuatu di dasar.
Tuhan Maha Tahu dan tidak pernah salah.
Apa yang menjadi takdirku, takkan melewatkanku.
Dan apa yang melewatkanku, bukanlah takdirku.
- Umar bin Khattab
Kommentare